FATWA AMANAH adalah blog yang dibuat dengan tujuan untuk sharing dan tukar pengetahuan sejarah, teknik elektro,(audio video, shoting, service televisi, dll) dunia militer, dirgantara indonesia/dunia
Senin, 01 September 2014
Cerita Lucu dan Menyenangkan (2)
PENGALAMAN LUCU DAN MENYENANGKAN (2)
Seorang teman saya, Ronald Panggabean (saya biasa memanggilnya abang, karena usianya jauh lebih tua dari pada saya) adalah pemborong instalasi listrik pada Kontraktor tempat kami bekerja. Saya menganggapnya cukup professional dan bertanggung jawab terhadap pekerjaannya.
Terbukti selama hampir 2 tahun bermitra dengannya, saya tidak pernah menemui kendala berarti.
Suatu ketika bang Ronald membawa sebuah helm kepadaku dengan maksud akan ditukarkan dengan helm milikku.
Tanpa banyak mempedulikan saya mengiyakan saja keinginan bang Ronald yang baik hati ini, “Toh gak mungkin abang ini akan merugikan saya” pikirku .
Tapi mulai dari sinilah kejadian- kejadian aneh dan beruntun mulai saya alami. Bagaimana tidak, ternyata helm yang dia bawa adalah helm polisi dengan warna coklat metallic .
Apa boleh buat, ini helm aku pakai tiap hari baik di lingkungan pekerjaan maupun jika harus ke luar kota karena sesuatu hal.
Oh ya,… salah satu kegemaranku adalah menggunakan sepatu dengan hak tinggi dan model bertali (sampai kinipun demikian, sepatu dengan hak tinggi dan model tali akan lebih mantap untuk berjalan serta lebih kencang menurutku. Jika para pembaca ada yang pernah melihat saya menggunakan sepatu dengan hak yang rendah serta tidak bertali, itu pasti sepatuku yang dikasih oleh saudaraku atau orang lain, he he,….)
Disegani Pengendara Lain
Ketika saya sedang berkendaraan motor dan berhenti di lampu merah, sambil menunggu lampu berubah menjadi hijau. Sambil sedikit santai saya tengok kiri, kanan. Sepontan orang2 disampingku membungkukan badannya. Saya tidak mengerti apa yang mereka perbuat, tapi yang jelas mereka membungkukan badan sambil tersenyum sopan ke arahku, sayapun merenpon dengan sopan . Setelah berulang-ulang kejadian ini di tempat yang lain, bahkan jika berpapasan dengan seseorang dan dia membungkukan badannya barulah saya sadar, ternyata saya dikira seorang polantas karena menggunakan helm polisi.
Sopir TAXI
Seperti biasanya jika sedang akrab mengobrol dengan teman2 seprofesi di lapangan, kita lupa waktu dan tempat Kami tidak sadar sedang berada di tengah2 jalan. Walaupun itu jalan proyek tapi lalu lintasnya cukup ramai. Posisi saya persis di tengah jalan sambil duduk di jok motor dan ngobrol dengan teman2. Tiba2 teman di depanku senyum2 sambil melirik ke belakangku. Saya pun curiga, ada apa ini? Saya pun menengok ke belakang.
Ternyata ada mobil TAXI yang berhenti di belakangku. “Ah kapan dia datangnya” batinku berbicara sendiri. Segera saya memberi jalan agar TAXI segera lewat. Sambil tersenyum sopan sang supir membunyikan klakson dan menjalankan TAXInya.
Setelah TAXI berlalu, temanku memberitahu bahwa TAXI berhenti agak lama dan kelihatannya ragu untuk membunyikan klakson karena di depannya ada orang yang dikiranya polisi.
Sampai di sini baru saya mengerti kenapa ada TAXI berhenti di belakangku.
Diikuti polantas
Ketika saya memerlukan beberapa aksesori utk pekerjaan yang harus dicari di luar kota.
Maka dengan tenang saya mengendarai sepeda motor dan helm yang sdh akrab ini.
Sampai pada sudut kota yang ramai, tepatnya di pertigaan lampu merah saya baru tahu bahwa ada polantas yang sedang mengikutiku, sepontan gas saya tarik kencang sambil putar balik. Tapi anehnya polantas tadi tidak mengejar, padahal jelas plat motor saya dari luar kota yaitu “D” dan sudah 1 bulan lebih PKBnya belum di bayar (dulu jika PKB sudah lunas ada stiker khusus yg ditempel pada plat nomor)
Benar-benar aneh,….
Hampir 2 tahun saya bekerja di proyek ini, selama itu pula saya tidak pernah berurusan dengan polantas, preman, atau yang lainnya. Saya tidak pernah distop jika melewati sebuah pemeriksaan surat-surat (razia), padahal saat itu saya belum memiliki SIM. Baru pada tahun 2002 ketika usia saya sudah 29 th saya membuat SIM karena dipaksa oleh keadaan.
“Terima kasih Bang Ronald sahabatku”.
Ngudiyono, akhir tahun 1997
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar